BAB I
PENDAHULUAN
Sistem Manajemen SDM Berbasiskan Kompetensi
Raymond, seorang Manajer Sumber Daya Manusia di
sebuah perusahaan asing tampak serius mengamati laporan pemeriksaan psikologis
dari staffnya, Susan. Laporan ini dia terima dari sebuah biro konsultasi
psikologi terkenal, beberapa bulan yang lalu, sebagai bagian dari proses
rekrutmen dan seleksi yang dilakukan terhadap Susan. Ia masih tidak percaya
bahwa hasil pemeriksaan psikologis yang sangat baik dari Susan ternyata tidak
membuatnya menghasilkan kinerja yang superior seperti yang diramalkan oleh
hasil pengukuran psikologis tersebut. Raymond merasa bahwa selama ini ia telah
memberikan cukup bimbingan, pelatihan dan fasilitas yang diperlukan oleh Susan
agar berhasil dalam pekerjaannya. Namun kinerja yang diharapkannya tidak
kunjung muncul dari Susan. Berdasarkan pengalaman tersebut, muncul pertanyaan
dalam diri Raymond “Seandainya hasil pemeriksaan psikologis yang memberikan
rekomendasi sangat baik tidak mampu memprediksikan keberhasilan kinerja
seseorang, lalu metode apakah yang secara efektif dapat meramalkannya ?”
Masalah yang dihadapi oleh Raymond di atas pada dasarnya mirip dengan
masalah yang terus-menerus dihadapi oleh United States Information Agency
(USIA), saat melakukan proses seleksi calon pegawainya, pada awal tahun
1970-an. Dari kajian yang dilakukan oleh badan tersebut ternyata ditemukan
bahwa nilai tinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran psikologis, ternyata
tidak memprediksikan keberhasilan dalam pekerjaan. Hal ini yang mendorong David
C McClelland, Psikolog, pakar motivasi dan “achivement”, untuk
memperkenalkan sebuah pengukuran kepribadian yang dapat mengenali
sikap-sikap dan tingkah laku-tingkah laku yang dimiliki oleh orang-orang yang
prestasinya sangat baik. (Lucia & Lepsinger, 1999). Pendekatan yang dipakai
oleh David C McClelland di atas kelak akan menjadi cikal bakal pengembangan
model-model kompetensi.
Pengalaman penulis dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi dengan
menggunakan pendekatan konvensional, yaitu dengan menggunakan pengukuran
psikologis yang terstandardisasi, menunjukkan bahwa pendekatan ini
tidaklah selalu berhasil dengan baik dalam meramalkan keberhasilan calon
pekerja pada pekerjaannya kelak. Akibatnya bisa saja calon pekerja yang diramalkan
akan berhasil dengan baik dalam pekerjaannya, ternyata belum tentu menampilkan
kinerja yang diharapkan ketika sudah diterima menjadi pekerja, seperti kasus
Susan di atas. Sedangkan di sisi lain, calon pekerja yang hasil pengukuran
psikologisnya biasa-biasa saja, ternyata tidak selalu menjadi seorang “mediocre”
alias orang yang prestasinya biasa-biasa saja.
Masalah yang dihadapi Raymond, seperti halnya yang dialami penulis, juga
dialami oleh banyak perusahaan. Mereka juga mengalami kesulitan dalam
menentukan kapasitas yang dimiliki oleh calon pekerja atau pekerjanya
yang sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya.
Perilaku-perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang superior
bervariasi dari satu bisnis ke bisnis lainnya, dari satu peran ke peran lainnya
di dalam organisasi. Menghadap kesulitan tersebut, sudah banyak organisasi,
khususnya perusahaan-perusahaan berskala besar yang telah mulai menggunakan
model-model kompetensi (competency models) untuk membantu mereka
mengenali ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang
sangat penting, yang dibutuhkan untuk berhasil mencapai kinerja yang superior.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai model-model
kompetensi, aplikasinya dan manfaatnya bagi sistem Manajemen Sumber Daya
Manusia dan cara pengembangannya di dalam perusahaan, penulis mencoba
memaparkannya dalam uraian berikut ini.
1.
Definisi
Menurut
Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek
pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang
superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai,
sikap , pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan
tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja.
Berdasarkan definisi tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa tidak semua aspek-aspek pribadi dari seseorang pekerja
itu merupakan kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya
untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang merupakan kompetensi yang
dimilikinya. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu
terkait dengan kinerja yang superior.
Model kompetensi didefinisikan sebagai
suatu rangkaian kompetensi yang penting bagi kinerja yang superior dari sebuah
pekerjaan atau sekelompok pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah
peta yang membantu seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam
pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu (LOMA,s
Competency Dictionary, 1998).
2. Aplikasi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA ( 1998) aplikasi dari model kompetensi pada
sistem Manajemen Sumber Daya Manusia muncul pada area-area berikut :
a. Staffing
Strategi-strategi rekrutmen dan tes-tes yang digunakan untuk seleksi didasarkan
atas kompetensi-kompetesi kritikal dari pekerjaan
b. Evaluasi Kinerja
Penilaian kinerja dari pekerja didasarkan atas kompetensi-kompetensi yang
dikaitkan dengan target –target yang penting dari organisasi
c. Pelatihan
Program-program pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara
kompetensi yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki
pekerja
d. Pengembangan
Para pekerja pertama kali diukur untuk mengenali kesenjangan kompetensinya;
kemudian mereka dibimbing untuk membuat rencana-rencana pengambangan untuk
menutupi kesenjangan yang ada
e. Reward & Recognition
Para pekerja diberikan kompensasi untuk prestasi-prestasi dan tingkah
laku-tingkah laku yang mencerminkan tingkat ketrampilan mereka pada kompetensi-kompetensi
kunci.
Hal
tersebut di atas sejalan dengan pendapat dari Michael Amstrong dalam Handbook
of Human Resources Management Practice (2001) yang mengemukakan bahwa
penerapan kompetensi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia dilakukan dalam proses
rekrutmen dan seleksi, assessment centres, manajemen kinerja,
pengembangan SDM, dan manajemen imbal jasa.
3. Manfaat
Aplikasi dari model-model kompetensi di perusahaan dapat memberikan manfaat
dalam meningkatkan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia yang ada di dalam
perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Lucia dan Lepsinger ( 1999) berikut :
4. Seleksi
v
Memberikan
gambaran yang lebih lengkap mengenai persyaratan-persayaratan jabatan
v
Meningkatkan
kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan berhasil di dalam pekerjaannya.
v
Meminimalkan
investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang mungkin tidak memenuhi
harapan perusahaan.
v
Memastikan
proses wawancara yang lebih sistematis.
v Membantu membedakan kompetensi-kompetensi
yang dapat dilatihkan dan kompetensi-kompetensi yang sulit untuk dikembangkan.
5. Pelatihan dan Pengembangan
v
Memungkinkan
pekerja untuk memusatkan perhatian pada ketrampilan, pengetahuan, dan
karakteristik-karakteristik yang mempunyai dampak terbesar terhadap efektifitasnya
v
Memastikan
bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan
berjalan selaras dengan sistem nilai dan strategi-strategi organisasi
v
Memaksimalkan
efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan untuk melakukan pelatihan dan
pengembangan
v
Memberikan
sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan dan pemberian umpan balik yang
berkelanjutan
6. Penilaian Kinerja
v
Memberikan
pemahaman bersama tentang hal-hal yang akan dimonitor dan diukur
v
Memusatkan
perhatian dan mendorong proses diskusi tentang penilaian kinerja
v
Memusatkan
perhatian dalam mendapatkan informasi tentang tingkah laku pekerja dalam
pekerjaan
7. Perencanaan Karir/suksesi
v
Menjelaskan
tentang ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristik-karakteristik yang
diperlukan oleh suatu pekerjaan/peran
v
Memberikan
metode untuk mengukur kesiapan dari calon pemegang jabatan atas peran yang akan
dipegangnya
v
Memusatkan
perhatian dari rencana pelatihan dan pengembangan pada kompetensi-kompetensi
yang belum dimiliki oleh calon pemegang jabatan
v
Memungkinkan
organisasi untuk melakukan pembandingan (benchmark) diantara sejumlah
karyawan potensial yang prestasinya sangat baik
8. Langkah-langkah Pengembangan Model
Kompetensi
Dalam kamus Kompetensi dari LOMA (1998)
dipaparkan langkah-langkah untuk mengembangkan model-model kompetensi.
Langkah-langkah tersebut adalah:
a. Kenali sasaran-sasaran organisasi
yang akan menjadi dasar bagi pengembangan model kompetensi
Untuk
berhasil mencapai hasil yang baik dalam penerapan model kompetensi, maka
perusahaan harus mempunyai alasan yang dari sisi bisnis memaksa perusahaan
untuk menerapkan model ini. Alasan-alasan yang mengarahkan organisasi
untuk menerapkan model ini perlu dikenali dengan baik. Dengan demikian ketika model
ini diterapkan akan membantu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasarannya. Ada
beberapa langkah yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu :
v Definisikan strategi organisasi
Sebuah
Model kompetensi akan efektif bila diselaraskan dengan strategi, sistem nilai,
dan sasaran-sasaran dari organisasi. Untuk itulah, sebelum membuat keputusan
yang berkaitan dengan pengembangan model kompetensi, maka para perancang model
kompetensi harus secara mendalam melakukan kajian terhadap strategi, sistem
nilai, dan juga sasaran-sasaran dari perusahaan.
v Kenali cara mengaplikasikan model
kompetensi
Pada
langkah ini, para perancang model kompetensi harus melakukan evaluasi terhadap
segala kemungkinan penggunaan model kompetensi di dalam organisasi dan menetapkan
aplikasi-aplikasi yang mempunyai potensi terbesar, misalnya untuk proses
rekrutmen dan seleksi atau pelatihan dan pengembangan. Untuk aplikasi pertama,
sebaiknya dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan
mendasar dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan yang dapat menunjukkan hasil
yang cepat.
v Tetapkan “ scope” dari model
Sebuah
model kompetensi dapat dikembangkan untuk sebuah pekerjaan, sekelompok
pekerjaan, sebuah unit bisnis atau untuk keseluruhan organisasi. Para perancang
model kompetensi harus menetapkan cakupan dari pengembangan model kompetensi di
dalam organisasi. Beberapa organisasi mengembangkan “Core Competency Model”
berdasarkan sasaran-sasaran organisasi yang berlaku bagi semua jabatan atau
sebagian besar porsi dari pekerjaan dan kemudian menambahkan “Job Specific
Competencies” pada sekelompok kecil pekerjaan
b. Merancang Rencana Untuk Membuat Model
Pada
tahap ini, para perancang model kompetensi akan mengambil langkah-langkah awal
untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi yang akan dimasukkan dalam model yang
akan diaplikasikan di dalam organisasi. Langkah-langkah yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
v Menentukan pihak-pihak yang harus
dilibatkan dalam proses pengembangan model
Melibatkan orang-orang yang tepat dalam mengembangkan model merupakan
sesuatu hal yang sangat penting. Pada umumnya orang-orang yang membantu
pengembangan model adalah mereka-mereka yang pada akhirnya menggunakan model
kompetensi dengan sukses. Pertimbangkanlah untuk melibatkan pihak-pihak berikut
ini dalam proses pengembangan model kompetensi di perusahaan: pimpinan puncak
perusahaan, para manajer yang terkait , para pemegang jabatan yang mempunyai
prestasi yang sangat baik, staf Departemen SDM, dan ahli-ahli kompetensi.
v Memilih pendekatan yang tepat untuk
mengenali kompetensi-kompetensi kritikal
Ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat
dipakai untuk mengenali Core Competencies atau Job Specific
Competencies.
o
Untuk
mengenali core competencies, metode yang paling efektif adalah dengan
melakukan pertemuan dengan para pimpinan puncak perusahaan. Dalam pertemuan ini
terutama dibahas secara mendalam tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi,
misi, dan juga sasaran-sasaran organisasi dan kompetensi-kompetensi inti
yang diperlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan, untuk mencapai misi
dan sasaran-sasaran tersebut.
o
Untuk
mengenali job specific competencies, dapat digunakan beberapa metode seperti : Focus
Group Discussion dan survey dengan para job expert atau Behavioral
Event Interview dengan para pemegang jababan , baik yang prestasinya
sedang-sedang saja, maupun yang prestasinya superior.
9. Melakukan Pengumpulan Data
Setelah
menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam pengembangan model kompetensi,
sumber data atau informasi dan metode pengumpulan data, maka langkah
selanjutnya yang harus dilakukan oleh para perancang model kompetensi adalah
mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan Core Competencies
(kompetensi inti) dan Job Specific Competencies (kompetensi khusus untuk
pekerjaan tertentu). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan
adalah sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi Core Competencies
bersama para pimpinan puncak perusahaan
Sebelum memulai pertemuan dengan para pimpinan
puncak perusahaan (atau orang-orang yang mereka nominasikan), sebaiknya para
perancang model kompetensi memberikan informasi yang tepat mengenai tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai dari pertemuan, dan pihak yang memfasilitasi pertemuan.
Agenda yang dibicarakan dalam pertemuan sebaiknya mencakup hal-hal berikut ini:
1)
Proses yang
akan dilalui oleh para pimpinan puncak perusahaan dalam mengenali Core
Competencies, cara pengenalan job specific competencies oleh
job expert, dan kaitan penggunaan Job Specific Competencies dan Core
Competencies.
2)
Keputusan-keputusan
tentang jenis-jenis jabatan yang harus memiliki core competencies (mis :
semua pekerjaan di bawah level manajemen) dan cara aplikasi model
kompetensi (mis : pengembangan karir, pelatihan, dsb-nya).
3)
Kaitan
antara Core Competencies dan tantangan-tantangan , misi, dan
sasaran-sasaran organisasi
4)
Konsensus
tentang rangkaian Core Competencies yang akan diaplikasikan di
perusahaan dan dukungan yang diperlukan untuk menerapkannya.
b) Kenali Job Specific Competencies
melalui job expert
c)
Focus
Group Discussion (FGD). Dalam proses ini data atau informasi yang luas mengenai
tantangan-tantangan dan persyaratan-persyaratan jabatan dikumpulkan melalui
proses diskusi yang terstruktur dengan para job expert. Dari hasil FGD
ini, maka kompetensi-kompetensi yang secara jelas tidak kritikal untuk
pekerjaan dapat dihilangkan lebih awal sebelum diproses lebih lanjut.
Alternatif yang lain, munculnya tambahan-tambahan kompetensi, khususnya kompetensi
yang sifatnya teknis.
d)
Survey.
Berdasarkan hasil
Focus Group Discussion, sebuah survey dapat dirancang untuk disebarkan kepada
sejumlah besar job expert. Isi dari survey adalah kompetensi-komptensi yang
dipilih di dalam FGD. Hasil dari survey kemudian disimpulkan dan dianggap
sebagai persepsi dari para pekerja tentang kompetensi-kompetensi yang
dibutuhkan bagi pekerjaan yang sedang dinilai.
e)
Behavioral
Event Interview (BEI).
Proses pengumpulan
data dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam dengan sejumlah pemegang
jabatan yang mempunyai prestasi kerja rata-rata dan superior. Tujuan dari
wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai cara
mereka menangani situasi-situasi kritis di dalam pekerjaan mereka. Mengingat
pendekatan ini memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar,
maka sebaiknya digunakan hanya bila pekerjaan yang akan dibuat model
kompetensinya relatif sedikit, dan organisasi dapat memperoleh interviewer yang
terlatih.
f)
Menganalisis
Data dan Membuat Kesimpulan
Untuk
melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh dari survey, maka para
perancang model kompetensi perlu melakukan langkah-langkah berikut ini:
v
Hitunglah
respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model
kompetensinya akan dibuat secara terpisah
v Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum,
dan nilai maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang
diperlukan dari masing-masing kompetensi
v Buatlah urutan tingkat kepentingan dan
tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi dari yang
paling tinggi hingga paling rendah
Buatlah
kesimpulan dari hasil analisis tersebut di atas, dalam sebuah format yang dapat
dipresentasikan kepada para job expert, sebagai bahan kajian dan
diskusi. Pastikan bahwa dalam kesimpulan tercakup hal-hal berikut:
v Hitunglah respon-respon yang masuk dari
masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara
terpisah
v Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum,
dan nilai maksimum dari tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang
diperlukan dari masing-masing kompetensi
v Buatlah urutan tingkat kepentingan dan
tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi mulai dari
yang paling tinggi hingga paling rendah
g) Mendiskusikan dan Memfinalisasikan Model
Kompetensi
Pada
tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
v Presentasi
Presentasikan hasil survey kepada para pengambil
keputusan penting di dalam organisasi. Para pengambil
keputusan penting ini adalah meliputi orang-orang yang tersebut di bawah
ini :
o Para pimpinan puncak perusahaan
o Manajer dan staf departemen SDM yang akan
mengaplikasikan model kompetensi ini
o Para manajer yang akan menjadi pengguna
model kompetensi ini
v Mencapai kesepakatan atas bentuk model
Sasaran dari proses ini adalah untuk mencapai konsensus mengenai sebuah
model bersama yang aplikatif dan didukung oleh setiap orang. Semua perbedaan
substansial yang muncul harus didiskusikan secara mendalam dan diselesaikan,
bila semuanya memungkinkan.
v Membatasi jumlah kompetensi bagi setiap
model
Untuk setiap model jumlah kompetensi yang sebaiknya ada adalah antara 8-10
kompetensi. Besar-kecilnya jumlah akan tergantung juga pada
kompleksitas pekerjaan. Semakin kompleks pekerjaan, umumnya memerlukan
kompetensi yang lebih banyak. (Lampiran)
KESIMPULAN
Penerapan model-model kompetensi dalam
sistem Manajemen Sumber Daya Manusia saat ini sudah menjadi sebuah kebutuhan
yang tidak dapat lagi dihindari oleh organisasi. Hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa dengan penerapan model-model kompetensi ini akan dapat
memberikan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa aplikasi
model-model ini.
Agar penerapan model-model kompetensi di
dalam organisasi dapat memberikan nilai kompetitif, maka dalam proses
pengembangannya harus direncanakan dengan baik dan harus selaras dengan misi,
strategi, tantangan-tantangan, maupun sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh
organisasi. Selain itu demi menjaga agar penerapan model-model kompetensi dapat
berjalan secara efektif, maka sebaiknya dipilih aplikasi model kompetensi yang
akan memenuhi kebutuhan mendasar dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan dapat
menunjukkan hasil yang cepat. Selamat mencoba dan semoga berguna untuk
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tenaga SDM kita.
DAFTAR PUSTAKA
H. Malayu SP Hasibuan, 2003,
Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara.
T. Hani Handoko, 2003, Manajemen Personalia dan Sumberdaya
Manusia, Yogyakata,
BPFE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar