Sabtu, 30 Januari 2016

ETIKA DALAM SUMBER DAYA MANUSIA



BAB I

PENDAHULUAN


1.1.    Latar Belakang
Etika merupakan cara berpikir mengenai perilaku manusia di bawah pangkal tolak pandangan baik dan buruk atau benar dan salah dari norma-norma dan nilai-nilai, pertanggungjawaban dan pilihan.  Dalam dunia bisnis etika memeiliki peranan yang sangat penting ketika keuntungan bukan lagi menjadi satu-satunya tujuan organisasi. Bisnis juga akan menjadi lebih sukses jika mempunyai perhatian pada etika, karena hal ini akan meningkatkan reputasi organisasi dan meningkatkan motivasi karyawan serta dapat mengurangi berbagai kerugian akibat perilaku yang kurang etis yang dilakukan oleh karyawan. Perilaku yang tidak etis seperti minum-minuman keras, penggunaan obat-obatan terlarang di temapt kerja, penyalahgunaan email, tidak melaporkan pelanggaran karyawan lain kepada manajemen, serta berbagai pelanggaraan etika lainnya. Hal ini dapat menjadi sesuatu yang serius mengingat perilaku yang tidak etis dapat menjurus kearah tindakan kriminal serta perilaku lain yang merugikan perusahaan, naik finansial maupun nonfinansial. Banyak sebab yang menjadikan perilaku yang tidak etis yang ditunjukkan karyawan tersebut muncul. Hal ini terkait pada individu karyawan saja, tetapi juga menyangkut keseluruhan proses dalam organisasi. Dalam hal ini manajemen sumber daya manusia mempunyai peran penting untuk menjamin bahwa organisasi bertindak secara fair danetis karyawan , klien, serta stakeholder lainnya. Manajemen sumber daya manusia memainkan peran penting dalam  membantu organisasi untuk meningkatkan nilai-nilai etika organisasi. Manajemen merupakan pendorong organisasi dalam usaha melatih karyawan agar mempunyai etika bisnis yang sesuai dengan organisasi, sehingga tindakan kurang etis dapat di cegah. Fungsi manajemen sumber daya manusia adalah melindungi organisasi dari tindakan yang tidak etis dari karyawan. Manajemen sumber daya manusia juga bertanggung jawab dalam usaha-usaha organisasi untuk menangani etika perilaku, dapat mampu menjadi penggerak dalam  organisasi dalam menanggani isu-isu etika, serta bertanggung jawab dalam pengembangan dan pelatihan mengenai pentingnya peningkatan moral karyawan.

1.2.          Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah “ Apakah  Etika Sumber Daya Manusia ?”

1.3.          Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui etika sumber daya manusia.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Pengertian Etika 
Untuk memahami apakah “ etika “ maka perlu membandingkanny dengan moralitas. Baik etika dan moralitas sering dipakai secara dapatdipertukarkan dengan pengertian yang sering disamakan begitu saja.Sehubungan dengan hal tersebut, secara teoritis dapat membedakan dupengertian etika ---ئ yaitu berasal dari bahasa Yunani “ Ethos “ berarti adat istiadat atau kebiasaan. Sehingga dalam pengertian ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Hal ini berarti etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya.
Pengertian tersebut relatif sama dengan moralitas. Moralitas berasal dari bahasa latin “Mos” yang dalam bentuk jamaknya “ Mores” berarti adat istiadat atau kebiasaan. Jadi pengeertai secara umum , etika dan moralitas ,sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah di institusinalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang konsisten dan berulang dalam kurun waktu yang lama sebaimana layaknya sebuah kebiasaan.
Kedua, etika juga dipahami dalam pengertian yang sekaligus berbeda dengan moralitas. Dalam pengertian kedua ini etika mempunyai pengertian yang jauh lebih luas dari moralitas dan etika dalam pengertian pertama diatas. Etika dalam pengertian kedua ini sebagai filsafat moral , atau ilmu yang membahas nilai dan noerma yang diberikan oleh moralitas dan etika dalam pengertian pertama. Dengan demikian, etika dalam pengertian yang pertama berisikan nilai dan norma-norma konkrit yang menjadi pedoman dan pegangan hisup manunia dalam kehidupanya. Hal ini berkaitan dengan perintah dan larangan langsung yang nyata. Dan pengertain etika pada kedua adalah lebih normatif dan oleh karena itu mengikat setiap pribadi manusia.Dengan demikian, etika dalam pengertian kedua dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai :
a.             nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik
   sebagai manusia .
b.masalah-masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nilai   dan norma-norma moral yang umum diterima.
Menurut Magnis Suseno , Etika adalah Sebuah ilmu dan bukan ajaran, yang menurutnya adalah etika dalam pengertian kedua. Sebagai ilmu yang terutama menitik-beratkan refleksi kritis dan rasional, etika dalam kedua ini mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu harus dilaksanakan dalam siuasi konkret tertentu yang dihadapai seseorang. Sehingga , etika membutuhkan evaluasi kritis atas semua seluruh situasi yang terkait. Dibutuhkan semua informasi seluas dan selengkap mungkin baik menyangkut nilai dan norma moral, maupun informasi empiris tentang situasi yang bahkan belum terjadi atau telah terjadi untuk memungkinkan seseorang.bisa mengambil keputusan yang tepat, baik tentang tindakan yang akan dilakukan maupun tentang tindkan yang telah dilakukan oleh pihak tertentu. Dalam hal ini, masuk beberapa pertimbangan mengenai : motif, tujuan, akibat pihak terkait, dampaknya, besarnya resiko bila dibandingkan manfaat, keadaan prsikis pelaku, tindakan intelegensi dan sebagainya..
 Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak seara otonom dan bukan secara heteronom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung-jawabkan. Kebebasan dan tanggung-jawab adalah unsure pokok dari otonomi moral yang merupakan salaah satu prinsip utama moralitas, termasuk etika.



2.2. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen SDM (sumber daya manusia) merupakan suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya, untuk dapat menunjang aktifitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber daya manusia atau HRD (human resource department).
Menurut A.F. Stoner, manajemen SDM merupakan suatu prosedur yang berkelanjutan, yang bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat organisasi memerlukannya.
Fungsi operasional dalam Manajemen SDM merupakan dasar pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi/perusahaan.
Fungsi operasional tersebut terbagi  lima, secara singkat sebagai berikut:
1.            Fungsi Pengadaan, yaitu proses penarikan seleksi,penempatan,orientasi,dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai kebutuhan perusahaan (the right man in the right place).
2.            Fungsi Pengembangan, yaitu proses peningkatan ketrampilan teknis,teoritis,konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan.
3.            Fungsi Kompensasi, yaitu pemberian balas jasa langsung dan tidak lansung berbentuk uang atau barang kepada karyawan sebagai imbal jasa (output) yang diberikannya kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak sesuai prestasi dan tanggung jawab karyawan tersebut.
4.            Fungsi Pengintegrasian, yaitu kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan. Dimana Pengintegrasian adalah hal yang penting dan sulit dalam Manajemen SDM, karena mempersatukan dua aspirasi/kepentingan yang bertolak belakang antara karyawan dan perusahaan.
5.            Fungsi Pemeliharaan, yaitu kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar tercipta hubungan jangka panjang. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) .
Tidak bisa dipungkiri, perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan usahanya. Perubahan tersebut telah menggeser fungsi-fungsi manajemen SDM yang selama ini hanya dianggap sebagai kegiatan administrasi, yang berkaitan dengan perekrutan pegawai staffing, coordinating yang dilakukan oleh bagian personalia saja. Saat ini manajemen SDM berubah dan fungsi spesialisasi yang berdiri sendiri menjadi fungsi yang terintegrasi dengan seluruh fungsi lainnya di dalam organisasi, untuk bersama-sama mencapai sasaran yang sudah ditetapkan serta memiliki fungsi perencanaan yang sangat strategik dalam organisasi, dengan kata lain fungsi SDM lama menjadi lebih bersifat strategik. Oleh karena itu, manajemen SDM mempunyai kewajiban untuk memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di lingkungan bisnis. Ia juga harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis, akibat informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari manajemen SDM tersebut telah memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya didalam organisasi. Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan strateginya dengan fungsi-fungsi SDM. Dengan demikian, maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keberhasilan.
Berdasarkan uraian pengertian etika dan manajemen sumber daya manusia maka etika manajemen sumber daya manusia  dapat diartikan sebagai  ilmu yang menerapkan prinsip-prinsip etika tehadap hunungan dengan sumber daya manusia dan kegiataannya.

2.3. Konsekuensi Dari Perilaku Yang Tidak Etis
Perilaku etis sangat penting dalam kesuksesan bisnis jangka panjang. Tapi apabila yang timbul dan tumbuh adalah perilaku yang tidak etis maka akan berakibat yang tidak inginkan. Dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan perspeltif makro. Perspektif mikro etika diasosiasikan dengan adanya kepercayaan. Kepercayaan yang dibangun melalui perilaku etika akan mempengaruhi hubungan perusahaan dengan supplier, customer maupun dengan karyawan.Apabila kepercayaan dibangun melakui perilaku yang tidak etis maka kepercayaan customer akan berkurang kepada karyawan maupun organisasi. Sedangkan perspektif makro etika meliputi suap-menyuap, paksaan, penyalahgunaan informasi, pencurian dan diskriminasi akan mengakibatkan inefisiensi dalam pengalokasian sumberdaya.

2.4. Sebab Perilaku Yang Tidak Etis
Penyebab perilaku tidak etis meliputi tiga aspek yaitu:karyawan memiliki kemampuan kognitif yang rendah menyebabkan tingkat penerimaan yang kurang baik, adanya pengaruh orang lain, keluarga ataupun norma sosial menjadi lebih menentukan dalam mempengaruhi perilaku karyawan, adanya ethical dilemma yaitu situasi yang menyebabkan adanya pilihan-pilihan yang muncul yang berpotensi menghasilkan perilaku yang tidak dapat diterima, ethical dilemma muncul dikarena adanya ketidaksesuaian antara personel, organisasional dan profesional.

2.5.  Konsep Etika Bukan Sekedar Kode Etik
Kode etik menetapkan aturan kehidupan organisasi, termasuk tanggung-jawab professional, pengembangan professional, kepemimpinan yang etis, kejujuran dan keadilan, konflik kepentingan, dan megunakan informasi. Banyak organisasi yang mempunyai kode etik yang formal dalam organisasi tetapi pengaruh kode etik dalam perilaku anggotanya perlu dipertanyakan. Banyak anggota yang menganggap kode etik hanya sebagai hiasan saja. Kode etik perusahaan tidak akan efektif jika tidak didukung dengan norma-norma informal yang berlaku. Bagaimanapun juga kode etik harus sesuai dengan norma-norma dalam organisasi , disebarluaskan kepada karyawan dan benar-benar dijalankan. Kode etik perusahaan belum bisa mampu membangun sebuah peusahaan etis. Oleh sebab itu perlu adanya konsep etika yang matang yang tidak hanya mampu mengurangi kerugian yang berakibatkan perilaku karyawann yang tidak etis, tetapi juga membuat suatu konsep etika yang mampu membangun budaya etis organisasial.
Salah satu prinsip dasar dari kode etik perhimpunan Manajer SDM dan Standar Profesional dalam MSDM ditetapkan bahwa ” Sebagai Profesioanl SDM, mempunyai tanggung-jawab untuk memberikan nilai tambah pada organisasi yang dilayani dan memberikan kontribusi bagi keberhasilan etika organisasi”.
Manajer SDM dapat membantu mendorong budaya etis, artinya lebih dari sekedar menggantung poster kode etik di dinding. Sebaliknya, karena pekerjaan utama profesional SDM adalah berhubungan dengan orang, mereka harus membantu untuk mempraktekkan etika ke dalam budaya perusahaan. Mereka perlu membantu membangun lingkungan di mana karyawan bekerja di seluruh organisasi untuk mengurangi penyimpangan etika.

2.6.  Perencanaan Strategi Konsep Etika
Manajemen sumber daya manusia tidak hanya berperan sebagai penyusunan kode etik perusahaan, merncanakan sumber daya manusia yang etis yang mampu menciptakan nilai tambah ekonomi juga harus berperan sebagai perencanaan strategi konsep etika.langkah-langkahnya:
1.      Menentukan standar etika yang ingin ditanamkan.
2.      Mengindentifikasi faktor-faktor etis kritikal yang dapat digunakan dalam mendorongnya konsep etika perusahaan.
3.      Mengindentifikasi kemampuan, prosedur, kompetensiyang diperlukan.
4.      Mengintegrasikan konsep etika dalam strategi bisnis yang dilakukan.
5.      Mengembangkan langkah-langkah konkret yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan, mengawasi dan mengevaluasi konsep etika yang dijalankan.

2.7.   Implementasi  Konsep Etika Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia, konsep etika dapat di implementasikan dalam bentuk pengawasan organisasaional yang didasarkan pada sosialisasi aturan-aturan, memonitor perilaku dan disilpin karyawan, serta mempengaruhi perilaku melalui pemberian hukuman bagi mereka yang sering melanggar etika. Penerapan yang terlalu kuat pada konsep etika yang berorentasi pada pemenuhan etika tersebut, mempunyai akibat yang kurang baik pada outcome yang dihasilkan, karena perhatian karyawan akan tertumpu pada usaha-usaha untuk menghindari hukuman saja. Dengan demikian, hanya akan tercipta atmosfir dimana karyawan berusaha untuk tidak tekena hukuman, sedangkan keinginan ataupun cita-cita untuk meningkatkan mentalitas yamg lebih etis dan bermoral mungkin kurang dapat diwujudkan. Pemenuhan etika secara umum dapat membantu mengurangi pelanggaran etika meskipun tidak mempunyai derajat yang sama dengan konsep etika yang berorentasi pada penanaman nilai-nilai etika.
Tujuan utama dalam konsep penanaman nilai-nilai etika ini bukan untuk kedisiplinan, tetapi lebih pada usaha-usaha untuk meningkatkan kepedulian karyawan terhadap perkembangan nilai-nilai etika yang lebih berarti. Tujuan tersebut disosialiasasikan dengan adanya sharing nilai-nilai etika dalam organisasi. Dalam hai ini setiap anggota organisasi mempunyai status yang sama. Dengan begitu organisasi membawa komitmen bersama yamg diaplikasikan secara sama pada semua anggota. Karena karyawan mendapat perhatian atas kontribusinya, maka mereka akan merasa bangga dengan nilai-nilai etika dalam organisasi.
Konsep penanaman nilai-nilai etika lebih  menekankan pada aktivitas-aktivitas yang membantu karyawan dalam pembuatan keputusan, menyediakan nasihat-nasihat dan konsultasi etika, serta mendukung konsensus mengenai etika bisnis. Manajemen sumber daya manusia mempunyai peranan penting dalam menjaga keseimbangan antara penanaman nilai-nilai etika dan pemenuhan etika tersebut.
Implementasi konsep etika harus mampu diintegrasikan dalam setiap aktivitas manajemen sumber daya manusia. Adanya konsistensi antara kebijakan dan praktek diharapkan dapat menghindari persepsi yang ambigu yang diterima karyawan. Sebagai contoh, jika karyawan didorong untuk melaksanakan suatu standar etiak tertentu, tetapi standar tersebut tidak diintegrasikan dalam standar penilaian kinerja, reward, sistem kompensasi serta sistem manajemen sumber daya manusia lainnya, maka akan menimbulkan perasaan ketidakadilan bagi karyawan. Dengan mengintegrasikan program etika ke dalam fungsi-fungsi organisasional diharapkan akan menjadikan pelaksanaan konsep etika menjadi lebih efektif.
Hak-hak yang harus dipenuhi sebagai seorang karyawan agar konsep etika dapat menghasilkan keputusan yang etis setiap level manajemen sumber daya manusia adalah
1.      Hak atas pekerjaan , kerja merupakan hak asasi manusia karena dengan hak akan hidup.
2.      Hak atas upah yang adil sehingga tidak ada diskrimanitif dalam pemberian upah.
3.      Hak untuk berserikat dan berkumpul, dapat menjadi media advokasi bagi pekerja.
4.      Hak un tuk perlindungan keamanan dan kesehatan.
5.      Hak untuk diproses hukum secara sah, hak untuk diperlakukan sama.
6.      Hak atas rahasia pribadi.
7.      Hak atas kebebasan suara hati.
Walaupun hak-hak para pekerja telah di penuhi kadang terjadi suatu permasalahan-permasalahan yang di alami oleh para pekerja yaitu
1.      Kolusi bentuk penyogokan yang terjadi pada calon karyawan yang ingin naik jabatan (promosi jabatan).
2.      Lamaran peluang kerja yang mencantumkan agama dan ras suku pada media massa.
3.      Pelatihan-pelatihan (training) yang dilakukan hanya berdasarkan untuk mendapatkan proyek tender saja. Jadi pelatihan dilaksanakan tidak berdasarkan kebutuhan yang ada.
4.      Pemberian hasil penilaian psikologis (ex: psikotest) kepada seseorang yang berada di luar bidang yang berwenang. Contohnya, pemberian hasil penilaian psikologis yang dimiliki secara otoritas oleh bidang HRD dalam proses kegiatan rekrutmen kepada di luar bidang HRD.
5.      Pemberitahuan besaran nominal jumlah gaji kepada pihak yang tidak berwenang.
 Penjelasan dari permasalahan diatas, problem pertama termasuk dalam permasalahan etika terkait dengan satu diantara tiga pengertian etika dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988), yaitu nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau bermasyarakat. Perilaku kolusi menyogok jelas sekali merupakan tindakan jalur pintas demi mencapai tujuannya. Jalan pintas yang dilakukan sebenarnya tidak akan menjadi masalah jika dilakukan dalam kerangka norma kebaikan yang dapat diterima oleh masyarakat. Namun, permasalahannya adalah jalan pintas yang digunakan bertentangan dengan norma kebaikan yang semestinya tertera dalam kehidupan bermasyarakat. Perjalanan untuk mencapai suatu tujuan yang baik haruslah pula menggunakan cara yang baik. Cara yang baik itu adalah dengan memberikan usaha yang optimal melalui kemampuan dirinya sendiri. Sehingga, promosi jabatan itu didapat melalui keringatnya sendiri bukan berdasarkan unsur lain yang menyalahi noma kebaikan yang berlaku.
Problem etika yang kedua berkaitan erat dengan pengertian etika yang lain (masih dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988) yaitu, ilmu tentang yang baik dan apa yang buruk. Norma baik yang tertanam dalam masyarakat umum adalah tidaklah etis ketika pencantuman hal-hal yang bersifat pribadi dicantumkan dalam media massa yang melibatkan berbagai macam kalangan pihak. Sehingga ketika pencatuman tersebut dalam hal ini adalah ras agama ditampilkan, maka tentu menimbulkan ketidaksukaan masyarakat akan hal tersebut. Lagi pula pencantuman kedua hal tersebut tidaklah menjadi hal esensi dalam kompetensi yang dibutuhkan dalam suatu pekerjaan..
Permasalahan ketiga juga termasuk permasalahan etika dalam kategori pengertian kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Dalam kode etik yang ditetapkan dalam dunia SDM tidak dibenarkan jika pelaksanaan training hanya dijalankan semata-mata untuk proyek saja. Buat apa menghabiskan banyak uang atau mendulang banyak uang, namun tujuan sebenarnya dari pelatihan tidaklah didapat. Jadi, pelatihan hanya formalitas kegiatan saja. Hal itu tentu saja merendahkan martabat.pelatihan itu sendiri. Berkaitan dengan hal itulah menurut kelompok kami, kode etik itu ditetapkan.
Permasalahan keempat ini juga termasuk dalam etika dalam kategori pengertian kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Tidak etis ketika sumber data mengenai deskripsi psikologis yang dimiliki oleh seseorang diketahui oleh banyak pihak. Pengetahuan akan deskripsi psikologis tersebut haruslah mempertimbangkan izin dari orang bersangkutan yang memiliki deskripsi psikologis tersebut dan tujuan yang jelas kenapa data tersebut dibutuhkan. Selama kedua pertimbangan tersebut tidak ada, maka tindakan mengetahui hasil data deskripsi psikologis tersebut tidak dibenarkan (tidak etis).
Problem kelima merupakan permasalahan etika dalam pengertian yang sama seperti sebelumnya, yaitu kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Gaji merupakan ranah area pribadi yang secara etis diketahui oleh orang yang bersangkutan saja dan pihak diatas yang mengelola keuangan penggajian. Suatu hal pribadi jelas tidak diperkenankan untuk diketahui oleh pihak lain tanpa seizin dari pihak yang memiliki otoritas. Pemahaman itulah yang menjadi kumpulan dari nilai-nilai yang terbentuk dalam suatu masyarakat sehingga membentuk perilaku akhlak seperti apa yang seharusnya dilakukan.
Cara yang dilakukan oleh manajemen untuk menyelesaikan permasalahan diatas dengan cara menciptakan hubungan kerja yang sukses diantaranya:
1.      Membentuk komite karyawan dan manajemen.
2.      Membuat buku pegangan karyawan.
3.      Sistem pengupahan yang profesional.
4.      Menciptakan suasana kerja yang kondunsif
5.      Menampung keluhan, saran, kritik karyawan.

2.8.      Integrasi Konsep Etika Dengan Fungsi Manajemen Sumber Daya manusia
Manajemen sumber daya manusia yang mempunyai peran dalam mendukung dan memberikan inisiatif dalam pelaksanaan konsep etika perusahaan mempunyai tugas dalam mengontrol dan mengintegrasikannya ke dalam fungsi-fungsi organisasional yang diembannya. Implementasi konsep etika ke dalam fungsi-funsi manajemen sumber daya manusia yaitu
1.      Seleksi, perilaku karyawan tidak terlepas pada karakter pribadi yang dibawanya.Seperti contoh karyawan dengan kemampuan perkembangan moral yang tinggi akan menunjukkan perilaku dan pemikiran yang lebih etis. Hal ini menjadi penting dalam proses seleksi karyawan karena jika calon karyawan memiliki kemampuan perkembangan moral yang tinggi maka akan lebih mudah menerima prinsip-prinsip moral universal dibanding karyawan yang memiliki kemampuan perkembangan moral yang rendah. Dalam hal ini biasanya manajemen mengunakan tes untuk mengukur kemampuan perkembangan moral untuk menentukan kejujuran dan personalitas serta sebagia alat untuk melihat karakteristik karyawan. Hal yang penting juga dalam prosse seleksi karyawan yang lebih menitiberatkan pada penanaman nilai-nilai etika. Karyawan harus mempunyai komitmen pada etika dan menjadi nyaman berbicara mengenai etika. Jika konsep etika diintegrasikan dalam organisasi, maka calon karyawan yang dibutuhakan adalah orang-orang yang menginginkan standar etika dapat diaplikasikan dalam pekerjaan.
2.      Orientasi Karyawan, tujuan yang penting dalam konsep orientasi karyawan adalah mengajarkan mereka norma-norma, attitude, dan beliefs yang berlaku dalam organisasi. Nilai-nilai organisasi dapat dikomunikasikan melalui presentasi formal dan secara implisit melalui sejarah dan mitos organisasi.
3.      Training, dalam integrasi training menanamkan nilai-nilai etika agar karyawan memilki lebih luas pengembangannya dan aktivitas training untuk karyawan memiliki fokus yang berbeda-beda. Kareana karyawan diharuskan untuk tahu mengenai aturan- aturan regulasi maupun kebajikan, maka penanaman nilai-nilai etika juga harus memfokuskan pada sharing etika antar organisasi. Training juga dapat digunakan untuk memperluas pengetahuan karyawan dan manajer  mengenai kemampuan dalam  mengaplikasikan framework etika dalam pemecahan masalah.
4.      Penilaian Kinerja, proses penilaian kinerja juga dapat diartika sebagai perwujudan proses keadilan yang mempunyai kriteria seperti konsisten, bebas dari bias, didasarkan pada informasi yang akurat, dapat dikoreksi dan merupakan representasi dari kinerja yang sebenarnya.. penilaian kinerja seharusnya dikomunikasikan dalam cara penyampaian informasi mengenai keadilan antar individu. Karyawan seharusnya diberikan  keterangan, khususnya untuk hasil yang negatif dan mereka seharusnya diperlakukan sesuai martabat dan rasa hormat.
5.      Reward dan Hukuman, pendekatan yang kompleks dapat dilakukan dengan pemberian reward untuk perlakuan yang etis dan hukuman untuk perlakukan kurang etis. Dengan adanya reward, diharapkan bahwa tuntunan adanay perilaku yang lebih beretika tidak dianggap sebagai suatu tambahan beban. Tentunya reward untuk perilaku yang etis dapat menjadi sesuatu yang berlebih-lebihan. Manajemen sumber daya manusia harus menunjukkan dukungan kepada karyawan yang menginginkan standar etika yang tinggi. Sehingga melalui dukungan tersebut aspirasi program penanaman nilai-nilai etika dapat dibicarakan sungguh-sungguh dan lebih berarti. Hukuman menyediakan pembelajaraan sosial yang penting bagi karyawan untuk menjadi lebih sadar dan mempunyai kemauan dalam menegakkan nilai-nilai dan etika organisasi. Jika perlu tidak etis tidak perlu diberkan sanksi, maka karyawan akan beranggapan bahwa mereka juga dapat terhindar dari hukuman.









BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
Etika sumber daya manusia merupakan ilmu yamg menerapkan prinsip-prinsip etika dalam hubungannya dengan manusia dan kegiatannya. Perlu adanya suatu konsep etika yang terintegrasi ke dalam fungsi-fungsi dalam organisasi. Manajemen sumber daya manusia dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting, mengingat manajemen sumber daya manusia bukan bertanggungjawab dalam mencegah perilaku yang tidak etis tetapi juga bertanggungjawab dalam pengembangan moralitas karyawan dan pembentukkan nilai-nilai etika organisasi. Melalui konsep etika , manajemen sumber daya manusia harus bertindak sebagai ethic worke tetapi juga sebagai ethic broker. Dengan terintegrasikan konsep etika ke dalam fungsi seleksi, orientasi karyawan, penilaian kinerja, pemberian reward dan hukuman, diharapkan bahwa konsep etika tidak hanya terlihat sebagai usaha sesaat saja tetapi lebih pada upaya peningkatan nilai-nilai etika organisasi yang terus-menerus dan berkelanjutan.

































DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org/wiki/Manajemen

Minggu, 03 Januari 2016

Sumber daya manusia Kompetensi



BAB I
PENDAHULUAN

Sistem Manajemen SDM Berbasiskan Kompetensi
  Raymond, seorang Manajer Sumber Daya Manusia di sebuah perusahaan asing tampak serius mengamati laporan pemeriksaan psikologis dari staffnya, Susan. Laporan ini dia terima dari sebuah biro konsultasi psikologi terkenal, beberapa bulan yang lalu, sebagai bagian dari proses rekrutmen dan seleksi yang dilakukan terhadap Susan. Ia masih tidak percaya bahwa hasil pemeriksaan psikologis yang sangat baik dari Susan ternyata tidak membuatnya menghasilkan kinerja yang superior seperti yang diramalkan oleh hasil pengukuran psikologis tersebut. Raymond merasa bahwa selama ini ia telah memberikan cukup bimbingan, pelatihan dan fasilitas yang diperlukan oleh Susan agar berhasil dalam pekerjaannya. Namun kinerja yang diharapkannya tidak kunjung muncul dari Susan. Berdasarkan pengalaman tersebut, muncul pertanyaan dalam diri Raymond “Seandainya hasil pemeriksaan psikologis yang memberikan rekomendasi sangat baik tidak mampu memprediksikan keberhasilan kinerja seseorang, lalu metode apakah yang secara efektif dapat meramalkannya ?” 
 
Masalah yang dihadapi oleh Raymond di atas pada dasarnya mirip dengan masalah yang terus-menerus dihadapi oleh United States Information Agency (USIA), saat melakukan proses seleksi calon pegawainya, pada awal tahun 1970-an. Dari kajian yang dilakukan oleh badan tersebut ternyata ditemukan bahwa nilai tinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran psikologis, ternyata tidak memprediksikan keberhasilan dalam pekerjaan. Hal ini yang mendorong David C McClelland, Psikolog, pakar motivasi dan “achivement”, untuk memperkenalkan sebuah pengukuran kepribadian yang dapat mengenali   sikap-sikap dan tingkah laku-tingkah laku yang dimiliki oleh orang-orang yang prestasinya sangat baik. (Lucia & Lepsinger, 1999). Pendekatan yang dipakai oleh David C McClelland di atas kelak akan menjadi cikal bakal pengembangan model-model kompetensi.
Pengalaman penulis dalam melakukan proses rekrutmen dan seleksi dengan menggunakan pendekatan  konvensional, yaitu dengan menggunakan pengukuran psikologis yang terstandardisasi,  menunjukkan bahwa pendekatan ini tidaklah selalu berhasil dengan baik dalam meramalkan keberhasilan calon pekerja pada pekerjaannya kelak. Akibatnya bisa saja calon pekerja yang diramalkan akan berhasil dengan baik dalam pekerjaannya, ternyata belum tentu menampilkan kinerja yang diharapkan ketika sudah diterima menjadi pekerja, seperti kasus Susan di atas. Sedangkan di sisi lain, calon pekerja yang hasil pengukuran psikologisnya biasa-biasa saja, ternyata tidak selalu menjadi seorang “mediocre” alias orang yang prestasinya biasa-biasa saja.
Masalah yang dihadapi Raymond, seperti halnya yang dialami penulis, juga dialami oleh banyak perusahaan. Mereka juga mengalami kesulitan dalam menentukan kapasitas yang dimiliki oleh calon pekerja atau pekerjanya  yang  sangat diperlukan untuk mencapai kesuksesan dalam pekerjaannya. Perilaku-perilaku yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang superior bervariasi dari satu bisnis ke bisnis lainnya, dari satu peran ke peran lainnya di dalam organisasi. Menghadap kesulitan tersebut, sudah banyak organisasi, khususnya perusahaan-perusahaan berskala besar yang telah mulai menggunakan model-model kompetensi (competency models) untuk membantu mereka mengenali ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang sangat penting, yang dibutuhkan untuk berhasil mencapai kinerja yang superior.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai model-model kompetensi, aplikasinya  dan manfaatnya bagi sistem Manajemen Sumber Daya Manusia dan cara pengembangannya di dalam perusahaan, penulis mencoba memaparkannya dalam uraian berikut ini.



1.      Definisi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap , pengetahuan, dan ketrampilan. Kompetensi-kompetensi akan mengarahkan tingkah laku. Sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. 
Berdasarkan definisi tersebut maka  dapat disimpulkan bahwa tidak semua aspek-aspek pribadi dari seseorang pekerja itu merupakan kompetensi. Hanya aspek-aspek pribadi yang mendorong dirinya untuk mencapai kinerja yang superiorlah yang merupakan kompetensi yang dimilikinya. Selain itu, juga dapat disimpulkan bahwa kompetensi akan selalu terkait dengan kinerja yang superior.  
Model kompetensi didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompetensi yang penting bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok pekerjaan. Model kompetensi ini memberikan sebuah peta yang membantu seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu (LOMA,s Competency Dictionary, 1998). 

2.      Aplikasi
 Menurut Kamus Kompetensi LOMA ( 1998) aplikasi dari model kompetensi pada sistem Manajemen Sumber Daya Manusia muncul pada area-area berikut : 
 




a.       Staffing
 
Strategi-strategi rekrutmen dan tes-tes yang digunakan untuk seleksi didasarkan atas kompetensi-kompetesi kritikal dari pekerjaan 
 
b.      Evaluasi Kinerja
 
Penilaian kinerja dari pekerja didasarkan atas kompetensi-kompetensi yang dikaitkan dengan target –target yang penting dari organisasi 
 
c.       Pelatihan
 
Program-program pelatihan dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara kompetensi yang dimiliki pekerja dan kompetensi yang diharapkan dimiliki pekerja 
 
d.      Pengembangan
 
Para pekerja pertama kali diukur untuk mengenali kesenjangan kompetensinya; kemudian mereka dibimbing untuk membuat rencana-rencana pengambangan untuk menutupi kesenjangan yang ada
 
e.       Reward & Recognition
 
Para pekerja diberikan kompensasi untuk prestasi-prestasi dan tingkah laku-tingkah laku yang mencerminkan tingkat ketrampilan mereka pada kompetensi-kompetensi kunci.
 
Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat dari Michael Amstrong dalam Handbook of Human Resources Management Practice (2001) yang mengemukakan bahwa penerapan kompetensi dalam Manajemen Sumber Daya Manusia dilakukan dalam proses rekrutmen dan seleksi, assessment centres, manajemen kinerja, pengembangan SDM, dan manajemen imbal jasa.
 
3.      Manfaat
 
Aplikasi dari model-model kompetensi di perusahaan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia yang ada di dalam perusahaan, seperti yang diungkapkan oleh Lucia dan Lepsinger ( 1999) berikut :
 
4.      Seleksi
 
v  Memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai persyaratan-persayaratan jabatan
v  Meningkatkan kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan berhasil di dalam pekerjaannya.
v  Meminimalkan investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang mungkin tidak memenuhi harapan perusahaan.
v  Memastikan proses wawancara yang lebih sistematis.
v  Membantu membedakan kompetensi-kompetensi yang dapat dilatihkan dan kompetensi-kompetensi yang sulit untuk dikembangkan.
 


5.      Pelatihan dan Pengembangan
 
v  Memungkinkan pekerja untuk memusatkan perhatian pada ketrampilan, pengetahuan, dan karakteristik-karakteristik yang mempunyai dampak terbesar terhadap efektifitasnya
v  Memastikan bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan  pelatihan dan pengembangan berjalan selaras dengan sistem nilai dan strategi-strategi organisasi
v  Memaksimalkan efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan
v  Memberikan sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan dan pemberian umpan balik yang berkelanjutan
 
6.      Penilaian Kinerja
 
v  Memberikan pemahaman bersama tentang hal-hal yang akan dimonitor dan diukur
v  Memusatkan perhatian dan mendorong proses diskusi tentang penilaian kinerja
v  Memusatkan perhatian dalam mendapatkan informasi tentang tingkah laku pekerja dalam pekerjaan
 
7.      Perencanaan Karir/suksesi
 
v  Menjelaskan tentang ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristik-karakteristik yang diperlukan oleh suatu pekerjaan/peran
v  Memberikan metode untuk mengukur kesiapan dari calon pemegang jabatan atas peran yang akan dipegangnya
v  Memusatkan perhatian dari rencana pelatihan dan pengembangan pada kompetensi-kompetensi yang belum dimiliki oleh  calon pemegang jabatan
v  Memungkinkan organisasi untuk melakukan pembandingan (benchmark) diantara sejumlah karyawan potensial yang prestasinya sangat baik
 
8.      Langkah-langkah Pengembangan Model Kompetensi
 Dalam kamus Kompetensi dari LOMA (1998) dipaparkan langkah-langkah untuk mengembangkan model-model kompetensi. Langkah-langkah tersebut adalah:

a.       Kenali sasaran-sasaran organisasi  yang akan menjadi dasar bagi pengembangan model kompetensi
   
Untuk berhasil mencapai hasil yang baik dalam penerapan model kompetensi, maka perusahaan harus mempunyai alasan yang dari sisi bisnis memaksa perusahaan untuk menerapkan model ini.  Alasan-alasan yang mengarahkan organisasi untuk menerapkan model ini perlu dikenali dengan baik. Dengan demikian ketika model ini diterapkan akan membantu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasarannya. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam tahap ini, yaitu :
   
v  Definisikan strategi organisasi
   
Sebuah Model kompetensi akan efektif bila diselaraskan dengan strategi, sistem nilai, dan sasaran-sasaran dari organisasi. Untuk itulah, sebelum membuat keputusan yang berkaitan dengan pengembangan model kompetensi, maka para perancang model kompetensi harus secara mendalam melakukan kajian terhadap strategi, sistem nilai, dan juga sasaran-sasaran dari perusahaan.
   
v  Kenali cara mengaplikasikan model kompetensi
   
Pada langkah ini, para perancang model kompetensi harus melakukan evaluasi terhadap segala kemungkinan penggunaan model kompetensi di dalam organisasi dan menetapkan aplikasi-aplikasi yang mempunyai potensi terbesar, misalnya untuk proses rekrutmen dan seleksi atau pelatihan dan pengembangan. Untuk aplikasi pertama, sebaiknya dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan yang dapat menunjukkan hasil yang cepat.
   
v  Tetapkan “ scope” dari model
   
Sebuah model kompetensi dapat dikembangkan untuk sebuah pekerjaan, sekelompok pekerjaan, sebuah unit bisnis atau untuk keseluruhan organisasi. Para perancang model kompetensi harus menetapkan cakupan dari pengembangan model kompetensi di dalam organisasi. Beberapa organisasi mengembangkan “Core Competency Model”  berdasarkan sasaran-sasaran organisasi yang berlaku bagi semua jabatan atau sebagian besar porsi dari pekerjaan dan kemudian menambahkan “Job Specific Competencies” pada sekelompok kecil pekerjaan

b.      Merancang Rencana Untuk Membuat Model
   
Pada  tahap ini, para perancang model kompetensi akan mengambil langkah-langkah awal untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi yang akan dimasukkan dalam model yang akan diaplikasikan di dalam organisasi. Langkah-langkah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
   
v  Menentukan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam proses pengembangan model
   
Melibatkan orang-orang yang tepat dalam mengembangkan model merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Pada umumnya  orang-orang yang membantu pengembangan model adalah mereka-mereka yang pada akhirnya menggunakan model kompetensi dengan sukses. Pertimbangkanlah untuk melibatkan pihak-pihak berikut ini dalam proses pengembangan model kompetensi di perusahaan: pimpinan puncak perusahaan, para manajer yang terkait , para pemegang jabatan yang mempunyai prestasi yang sangat baik, staf Departemen SDM, dan ahli-ahli kompetensi.
   
v  Memilih pendekatan yang tepat untuk mengenali kompetensi-kompetensi kritikal
   
Ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat dipakai untuk mengenali Core Competencies atau Job Specific Competencies.

o   Untuk mengenali core competencies, metode yang paling efektif adalah dengan melakukan pertemuan dengan para pimpinan puncak perusahaan. Dalam pertemuan ini terutama dibahas secara mendalam tantangan-tantangan yang dihadapi organisasi, misi, dan juga sasaran-sasaran organisasi dan kompetensi-kompetensi inti  yang diperlukan untuk menghadapi tantangan-tantangan, untuk mencapai  misi dan sasaran-sasaran tersebut.
o   Untuk mengenali job specific competencies, dapat digunakan beberapa metode seperti : Focus Group Discussion dan  survey dengan para job expert atau Behavioral Event Interview dengan para pemegang jababan , baik yang  prestasinya sedang-sedang saja, maupun yang prestasinya superior.
9.      Melakukan Pengumpulan Data
   
Setelah menetapkan pihak-pihak yang akan terlibat dalam pengembangan model kompetensi, sumber data atau informasi dan metode pengumpulan data,  maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh para perancang model kompetensi adalah mengumpulkan semua data yang berkaitan dengan Core Competencies (kompetensi inti) dan Job Specific Competencies (kompetensi khusus untuk pekerjaan tertentu). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pengumpulan adalah sebagai berikut :
   
a)      Mengidentifikasi Core Competencies  bersama  para pimpinan puncak perusahaan
   
Sebelum memulai pertemuan dengan para pimpinan puncak perusahaan (atau orang-orang yang mereka nominasikan), sebaiknya para perancang model kompetensi memberikan informasi yang tepat mengenai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari pertemuan, dan pihak yang memfasilitasi pertemuan. Agenda yang dibicarakan dalam pertemuan sebaiknya mencakup hal-hal berikut ini:
1)      Proses yang akan dilalui oleh para pimpinan puncak perusahaan dalam  mengenali Core Competencies,  cara pengenalan job specific competencies oleh job expert, dan kaitan penggunaan Job Specific Competencies dan Core Competencies.
2)      Keputusan-keputusan tentang jenis-jenis jabatan yang harus memiliki core competencies (mis : semua pekerjaan di bawah level manajemen)  dan cara aplikasi model kompetensi (mis : pengembangan karir, pelatihan, dsb-nya).
3)      Kaitan antara Core Competencies dan tantangan-tantangan , misi, dan sasaran-sasaran organisasi
4)      Konsensus tentang rangkaian Core Competencies yang akan diaplikasikan di perusahaan dan dukungan yang diperlukan untuk menerapkannya.
   
b)      Kenali  Job Specific Competencies melalui job expert
   
c)      Focus Group Discussion (FGD). Dalam proses ini data atau informasi yang luas mengenai tantangan-tantangan dan persyaratan-persyaratan jabatan dikumpulkan melalui proses diskusi yang terstruktur dengan para job expert. Dari hasil FGD ini, maka kompetensi-kompetensi yang secara jelas tidak kritikal untuk pekerjaan dapat dihilangkan lebih awal sebelum diproses lebih lanjut. Alternatif yang lain, munculnya tambahan-tambahan kompetensi, khususnya kompetensi yang sifatnya teknis.
d)     Survey. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion, sebuah survey dapat dirancang untuk disebarkan kepada sejumlah besar job expert. Isi dari survey adalah kompetensi-komptensi yang dipilih di dalam FGD. Hasil dari survey kemudian disimpulkan dan dianggap sebagai persepsi dari para pekerja tentang kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan bagi pekerjaan yang sedang dinilai.
e)      Behavioral Event Interview (BEI). Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara secara mendalam dengan sejumlah pemegang jabatan yang mempunyai prestasi kerja rata-rata dan superior. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai cara mereka menangani situasi-situasi kritis di dalam pekerjaan mereka. Mengingat pendekatan ini memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang cukup besar, maka sebaiknya digunakan hanya bila pekerjaan yang akan dibuat model kompetensinya relatif sedikit, dan organisasi dapat memperoleh interviewer yang terlatih.

f)       Menganalisis Data dan Membuat Kesimpulan
   
Untuk melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh dari survey, maka para perancang model kompetensi perlu melakukan langkah-langkah berikut ini:
v  Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah
v  Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum dari  tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang diperlukan dari masing-masing kompetensi
v  Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi dari yang paling tinggi hingga paling rendah
   
Buatlah kesimpulan dari hasil analisis tersebut di atas, dalam sebuah format yang dapat dipresentasikan kepada para job expert, sebagai bahan kajian dan diskusi. Pastikan bahwa dalam kesimpulan tercakup hal-hal berikut:    
v  Hitunglah respon-respon yang masuk dari masing-masing kelompok pekerjaan yang model kompetensinya akan dibuat secara terpisah
v  Buatlah nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum dari  tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang diperlukan dari masing-masing kompetensi
v  Buatlah urutan tingkat kepentingan dan tingkat ketrampilan yang dibutuhkan dari masing-masing kompetensi mulai dari yang paling tinggi hingga paling rendah
g)      Mendiskusikan dan Memfinalisasikan Model Kompetensi    
Pada tahap ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
   
v  Presentasi
   
Presentasikan hasil survey kepada para pengambil keputusan      penting di dalam organisasi. Para pengambil keputusan penting ini adalah meliputi  orang-orang yang tersebut di bawah ini   :
o   Para pimpinan puncak perusahaan
o   Manajer dan staf departemen SDM yang akan mengaplikasikan model kompetensi ini
o   Para manajer yang akan menjadi pengguna model kompetensi ini
   
v  Mencapai kesepakatan atas bentuk model

Sasaran dari proses ini adalah untuk mencapai konsensus mengenai sebuah model bersama yang aplikatif dan didukung oleh setiap orang. Semua perbedaan substansial yang muncul harus didiskusikan secara mendalam dan diselesaikan, bila semuanya memungkinkan.

v  Membatasi jumlah kompetensi bagi setiap model
   
Untuk setiap model jumlah kompetensi yang sebaiknya ada adalah antara 8-10 kompetensi.  Besar-kecilnya jumlah akan tergantung juga pada  kompleksitas pekerjaan. Semakin kompleks pekerjaan, umumnya memerlukan kompetensi yang lebih banyak. (Lampiran)






KESIMPULAN
 
Penerapan model-model kompetensi dalam sistem Manajemen Sumber Daya Manusia saat ini sudah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak dapat lagi dihindari oleh organisasi. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa dengan penerapan model-model kompetensi ini akan dapat memberikan nilai tambah yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa aplikasi model-model ini.
Agar penerapan model-model kompetensi di dalam organisasi dapat memberikan nilai kompetitif, maka dalam proses pengembangannya harus direncanakan dengan baik dan harus selaras dengan misi, strategi, tantangan-tantangan, maupun sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi. Selain itu demi menjaga agar penerapan model-model kompetensi dapat berjalan secara efektif, maka sebaiknya dipilih aplikasi model kompetensi yang akan memenuhi kebutuhan mendasar dari organisasi, mudah dilaksanakan, dan dapat menunjukkan hasil yang cepat. Selamat mencoba dan semoga berguna untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan tenaga SDM kita.





DAFTAR PUSTAKA

H. Malayu SP Hasibuan, 2003, Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta, Bumi Aksara.

T. Hani Handoko, 2003, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Yogyakata,
            BPFE